Minggu, 20 November 2016

TABU ATAU PAMALI DI MASYARAKAT CITOREK

17.25 Posted by TyasSiti Nur Asiyah No comments
Di negara Indonesia sejak zaman dahulu telah dikenal akan adanya kekuatan magis yang dapat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakatnya itu sendiri.  Sehingga di beberapa daerah pun magis ini masih sangat kental dalam kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah masyarakat desa Citorek dimana masyarakat di desa ini sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang telah diwariskan secara turun temurun dari leluhur mereka sehingga menjadi suatu keharusan untuk selalu mengikuti apa yang telah diatur oleh adat istiadat tersebut, dalam konteks ini adalah harus patuh kepada pihak kasepuhan yang mengatur keberlangsungan hidup masyarakat desa Citorek. Sehingga ketika seseorang melanggar adat yang telah ditetapkan hal tersebut menjadi tabu atau pamali menurut kepercayaan masyarakat citorek disana, meskipun masyarakat desa Citorek seluruh warganya memeluk agama islam namun mereka meyakini bahwa jika melanggar maka akan menimbulkan dampak yang buruk bagi kehidupan masyarakat, sehingga terdapat istilah “pamali sama dengan dosa” dan hal itu mengakar pada masyarakat desa Citorek pada mulanya, seiring dengan perkembangan zaman, banyak perubahan-perubahan yang terjadi sehingga pola pikir sebagian warga pun menjadi berubah. Masyarakat citorek mulai sadar akan perlunya pendidikan sehingga pendidikan pun masuk ke dalam masyarakat Citorek. Adanya kaum akademisi dan para santri di desa ini maka pola pikirnya mulai berubah sehingga sebagian masyarakat sekarang sudah mulai tidak terlalu memikirkan mengenai sanksi adat ataupun pamali, yang terbukti adanya penentang-penentang adat di desa Citorek ini. Hal-hal yang kemudian menjadi pamali menjadi pondasi mereka dalam memaknai suatu kejadian yang terjadi di tengah masyarakatnya. Seperti suatu kejadian ketika anak dari jaro desa Citorek Sabrang yang memiliki niatan untuk ziarah ke suatu makam yang kemudian tidak melaksanakan niatannya itu tak lama anak tersebut mengalami kesurupan yang oleh masyarakat desa tersebut dimaknai dari bentuk pamali yang diterima oleh si anak karena melanggar suatu ketentuan sampai pada akhirnya anak tersebut menunaikan kewajibannya untuk berziarah maka sembuhlah anak tersebut.

Pamali kini di tengah masyarakat citorek bagi kaum akademisi atau incu putu ciotrek yang telah mengenyam pendidikan baik formal maupun nonformal menjadi hal-hal yang bukan lagi bersifat magis tetapi lebih kepada merupakan hubungan sebab akibat dari sesuatu hal ataupun merupakan takdir yang telah di gariskan oleh Allah. Banyak kejadian yang awalnya menjadi pamali kemudian kini menjadi hal yang biasa saja untuk dilakukan, misalnya dahulu oleh pihak kasepuhan bahwa pamali jika mengenakan segala bentuk pakaian berwarna hitam dari mulai baju, celana ataupun kerudung oleh pihak kesepuhan setiap bulannya akan disita oleh pihak kasepuhan, tak ada penjelasan pasti kenapa tidak boleh memakai pakaian berwana hitam, sampai pada akhirnya ada seorang tokoh agama yang berdialog ke kesepuhan terkait pamali tersebut yang kemudian menurut tokoh agama tersebut pakaian tersebut bukanlah hal yang dilarang di dalam agama islam sehingga jikalau agama saja tidak melarang untuk apa pihak kasepuhan melarang hal tersebut. Yang kemudian hal tersebut berimbas kepada dicabutnya pamali tersebut dan kini memakai pakaian hitam merupakan hal yang biasa di tengah masyarakat. Dengan demikian pamali di tengah masyarakat citorek di era sekarang ini hanya sebagian masyarakat saja yang masih mempercayai hal tersebut, sisanya bagi kaum akademisi pamali bukanlah hal yang menjadi momok yang menakutkan bagi mereka. 

0 komentar:

Posting Komentar