Minggu, 20 November 2016

PERAN GENDER DALAM MASYARAKAT CITOREK

17.31 Posted by TyasSiti Nur Asiyah No comments
Peran Gender Di Desa Citorek
Menurut Sajogyo dalam buku Sosiologi Pedesaan Kumpulan Bacaan Jilid 2 (2013 : 58), kedudukan wanita Indonesia menurut golongan dan fungsinya ditentukan oleh jenisnya, ada pula keadaan-keadaan lain yang dalam prakteknya dapat turut mempengaruhi. Yang terpenting diantaranya ialah:
1.    Sistem susunan keluarga yang berlaku didaerah tertentu (mengikuti garis keturunan bapak, ibu atau orangtua);
2.    Faktor-faktor sosial dan ekonomis, terutama yang menyangkut pilihan tempat tinggal suami isteri serta pernikahan;
3.    Perbedaan tingkat sosial, dan akhirnya;
4.    Pengaruh dari salah satu diantara tiga agama didunia, dalam urutan kronologis: agama Hindu, Islam dan Kristen.
Peran gender di desa Citorek ini dipengaruhi oleh sistem susunan keluarga yang mengikuti garis keturunan bapak atau Partrilinear, dimana segala sesuatu hal mengharuskan tunduk kepada laki-laki selaku pemimpin. Hal ini sejalan dengan masyarakat citorek yang sangat patuh dan taat kepada kasepuhan itu sendiri yang diiibaratkan seperti raja. Namun berbicara mengenai peranan wanita di desa ini tidak ada kategori khusus untuk perempuan, dalam hal ini perempuan memilki peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga yang berjibaku dengan urusan rumah tangga pun ikut mencari nafkah. Strategi nafkah masyarakat desa citorek yang notabene sebagai petani mengharuskan perempuan pn bertani mengikuti apa kata tradisi dan suami karena bekerja di sawah merupakan bentuk pengabdian perempuan terhadap suaminya untuk mencari ridha suaminya. Hal ini didukung dengan tradisi disan yang mengharuskan mereka mengurus pertanian yang ada di citorek dan juga untuk membantu suami meringankan pekerjaan. Menurut penuturan bapak Ahmadi bahwa setiap anak di Citorek baik laki-laki dan perempuan diharuskan mampu bertani di sawah dan keharusan bagi perempuan untuk mengikuti apa kata suaminya. Seperti pada istilah “”kudu kos hayam pada ngorek pada matok” yang bermaksud bahwa baik perempuan maupun laki-laki haruslah bekerja keras, karena di citorek sendiri tidak ada perbedaan yang diatur antara perempuan dan laki-laki yang sama-sama kedudukannya dalam hal yang lain kecuali pengambilan keputusan. Misalnya di adat jawa bahwa lebih baik dahulukan suami dalam hal mengambil makanan namun di citorek hal tersebut tidak berlaku, tofak ada perbedaan bahwa laki-laki sebagai lelai haruslah mengambil makanan dahulu yang kemudian istrinya.
Selain itu dalam pembagian kerja di citorek pun antara laki-laki dan perempuan tidak ada bedanya. Jika laki-laki yang seharusnya bertani di suatu waktu namun ada halangan maka yang mengurusi sawah adalah perempuan sehingga perempuan memegang peran ganda dalam hal ini. setinggi apapun jabatan seorang perempuan haruslah mau turun ke sawah karena itu merupakan bentuk kepatuhan terhadap suami bila mau membantu suami di sawah demi mencari ridha suami sebagaimana telah diajarkan oleh agama islam.
Dengan demikian tidak ada pembagian kerja yang pasti antara perempuan dan laki-laki karena perempuan pun harus mengerjakan pekerjaan berat seperti mencangkul, dan bahkan kesadaran akan mengurus pertanian di desa ini lebih besar dimiliki oleh perempuan  terbukti perempuan yang lebih awas terhadap hal-hal yang berkaitan dalam mengurus sawah, bahkan merasa pegal-pegal jika tidak mengurus sawah. Tidak berbeda jauh memang dengan beberapa daerah di Indonesia yang menuntut perempuannya memiliki peran ganda pasti akan menimbulkan kesadaran akan betani yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. 

0 komentar:

Posting Komentar