Minggu, 20 November 2016

MASYARAKAT ADAT CITOREK DAN PARTISIPASI POLITIKNYA

17.37 Posted by TyasSiti Nur Asiyah No comments
Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi dimana dalam sistem ini menuntut adanya suatu bentuk partisipasi masyarakat sebagai warga negara yang memiliki hak asasi sebagai konsekuensi dari sistem demokrasi ini. Partisipasi masyarakat dalam politik ataupun pemerintahan merupakan suatu hal yang seharusnya menjadi jaminan hak dasar dalam berdemokrasi karena pada hakikatnya demokrasi erat kaitannya dengan partisipasi politik dari masyarakat yang berkedudukan sebagai warga negara. Sehingga partisipasi menurut Agustino yaitu keikutsertaan warga negara biasa (yang tidak mempunyai kewenangan) dalam mempengaruhi proses pembuatan serta pelaksanaan keputusan politik berupa kebijakan publik, dimana publik itu memiliki dua kegiatan yaitu mempengaruhi isi kebijakan umum dan ikut menentukan pembuat serta pelaksanaan keputusan politik.[1] Dengan demikian masyarakat sebagai warga negara biasa memiliki peranan dalam mempengaruhi formulasi serta implementasi terhadap kebijakan pemerintahan melalui perilakunya dalam partisipasi politik tersebut.
Partisipasi politik dapat berupa ikut serta dalam kegiatan pemilihan seperti pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif ataupun suatu tindakan yang berusaha untuk mempengaruhi dan memanipulasi hasil pemilihan umum. Selain itu terdapat bentuk partisipasi yang lain yaitu lobby yang bermaksud untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah, membangun relasi dengan pejabat-pejabat politik di berbagai tingkatan, ataupun hal-hal yang berbau fisik seperti huru-hara, terror kudeta, revolusi dan pemberontakan merupakan bentuk-bentuk partisipasi politik yang dapat dilakukan masyarakat selaku warga negara.
Dengan demikian partisipasi politik kemudian menjadi sangat penting bagi suatu negara dimana dalam hal ini partisipasi politik akan berimbas pada pembangunan politik yang ada. Apabila suatu masyarakat telah melakukan ataupun telah berpartisipasi dalam hal politik merupakan indikasi bahwa masyarakat tersebut berperan aktif baik dalam pemberian kritik terhadap kebijakan maupun terlibat dalam pembuatan kebijakan yang kemudian mampu membangun keadaan politik seperti yang di harapkan dan mencapai kesejahteraan suatu negara.
Partisipasi politik dalam hal ini berarti merupakan hak setiap warga negara yang memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai hal termasuk dalam hal pemerintahan,. Jika dilihat pada era sekarang, ikut dalam partisipasi politik dapat dilakukan oleh siapa saja demi mewujudkan kata adil dan kesejahteraan yang diidam-idamkan seluruh insan. Sehingga partisipasi politik juga dapat dikatakan merupakan gerbang dari adanya suatu perubahan kondisi politik di Indonesia. Berkaca pada catatan sejarah dimana pada masa orde baru partisipasi politik masyarakat Indonesia ditutup oleh penguasa sehingga warga negara harus wajib tunduk kepada segala hal yang terjadi dalam segala bidang termasuk dalam bidang politik. Tidak ada kebebasan berpartisipasi pada saat itu, bahkan para akademisi sekalipun tak dapat berbuat banyak karena sekadar mengkritik pun merupakan hal yang dilarang oleh negara pada saat itu. Namun kini masa tersebut telah berlalu, kebebasan akan berpartisipasi politik dimiliki oleh setiap individu di suatu negara. Di sayangkan telah adanya kebebasan tersebut dibeberapa daerah dan beberapa kasus banyak warga negara Indonesia yang memilih untuk tidak ikut berpartisipasi politik karena berbagai alasan, mulai dari merasa bosan dengan persoalan politik yang memotret kegiatan pejabat yang menggendutkan kantongnya sendiri, adanya kecurangan politik yang kemudian berimbas menjadi apatis, maupun aturan kebudayaan yang menjadikan mereka untuk memilih tidak berpartisipasi politik pada beberapa konteks politik.
Partisipasi politik sesungguhnya berdampak pada pembangunan politik, sehingga partisipasi politik ini dapat dilakukan oleh masyarakat di perkotaan pun di pedesaan. Untuk masyarakat perkotaan partisipasi politik dihadapkan pada hal apa yang kemudian menjadi feed back bagi dirinya ketika melakukan partisipasi politik tersebut sehingga semuanya kembali lagi pada adanya suatu kepentingan yang terlihat maupun yang terselubung. Menarik untuk dilirik adalah partisipasi politik di tengah masyarakat adat yang notabene hidup dalam struktur masyarakat yang masih tradisional dan memegang teguh nilai-nilai tradisi mereka. Dimana kepentingan material, kapitalisme, belum banyak merajalela di tengah masyarakatnya sehingga bagaimana partisipasi politik di masyarakat pedesaan ini akan menjadi suatu warna baru dalam perpolitikan di Indonesia yang mungkin mampu menjadi acuan ataupun perbandingan bagi partisipasi politik di perkotaan yang semakin bias tujuan berpartisipasinya.
Partisipasi politik ditengah masyarakat pedesaan terutama masyarakat adat adalah suatu budaya politik yang menarik untuk diulik karena pada masyarakat desa adat ini selalu lekat kaitannya dengan adat tradisi, nilai-nilai, dan tradisionalnya masyarakat merupakan hal yang memungkinkan untuk mendapat suatu bentuk partisipasi yang lain dari yang telah ada di pedesaan yang mulai dimasuki oleh industrialisasi.
Indonesia sendiri terdiri dari berbagai suku bangsa dan terdapat beragam daerah dengan adat istiadatnya sehingga di Indonesia pun dikenal adanya desa adat dimana desa tersebut masih memegang teguh nilai-nilai adat yang dijalankan sejak dahulu. Semenjak adanya peraturan undang-undang yang mengubah kedudukan desa-desa di Indonesia menjadi desa yang harus menjalankan otonominya sendiri sesuai ketentuan pemerintah sebagaimana terdapat pada undang-undang nomor 5 tahun 1979. Sehingga desa-desa di Indonesia kemudian menjadi desa yang mau tidak mau harus mengikuti proseduran kenegaraan dalam hal pemerintahan. Namun ternyata masih ada daerah-daerah yang menjalankan dua sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan dalam hal ini adalah sistem pemerintahan negara dan sistem adat yang kemudian menjadi dua sistem yang berdampingan beriringan mengatur jalannya kehidupan masyarakat di desa tersebut.
Salah satu desa yang menjalankan keduanya dalam konteks menjalankan pemerintahan desa dan pemerintahan adat dalam mengatur masyarakatnya adalah masyarakat desa Citorek yang terletak di daerah SABAKI (satuan banten kidul) yang secara geografis terletak di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Desa Citorek atau yang sering disebut dengan wewngkon kasepuhan citorek ini merupakan suatu kumpulan atau komunitas masyarakat adat yang secara administratif Wewengkong Citorek masuk ke dalam Citorek Tengah, Citorek Timur, Citprek Kidul, Citorek Barat dan Citorek Sabrang. Yang berdasarkan hasil pemetaan partisipatif luas wewengkon mencapai 7.416 Ha dengan luas lahan yang sudah dikelola oleh warga adalah 2.760 Ha, yang dimana lahan tersebut digunakan sebagai pemukiman, sawah, huma, dan kebun. Hasil pemetaan partisipatif masyarakat wewengkon adat kasepuhan Citorek tahun 2005, menyebutkan bahwa wewengkon Citorek berada di Kawasan Ekosistem Halimun dengan ketinggian tempat sekitar 850 mdpl. Adapun wilayah adat kesepuhan Citorek adalah di sebelah utara terdapat Gunung Kendeng yang Berbatasan dengan Desa Citujah serta Cirompang, Desa Sukamaju. Di sebelah selatan terdapat Pasir Soge yang berbatasan dengan desa Cihambali. Di sebelah barat terdapat Gunung Nyungcung berbatasan dengan wewengkon adat kasepuhan Cibedug. Dan di sebalah timut terdapat parakan saat atau Batu Meungpeuk yang berbatasan dengan Desa Cisitu. Masyarakat kasepuhan Citorek ini berasal dari Guradog (jasinga) dan mulai menetap di Citorek pada tahun 1846. Tujuan dari perpindahan tersebut adalah untuk mencari lahan yang luas di sebelah selatan Gunung Kendeng dan untuk mengembangkan pertanian seusai dengan wangsit dari leluhur. Sehingga tak heran sebagian besar penduduk citorek memiliki mata pencaharian sebagai petani dan setiap warga di Citorek itu pun pastilah memiliki lahan pertanian sendiri, yang tak terlepas dari nilai-nilai yang mereka pegang teguh dari adat istiadat mereka. Masyarakat citorek ini sangat terikat pada adat istiadat yang secara turun temurun selalui ditunaikan nilai-nilainya sehingga terdapat istilah tabu atau pamali sama dengan dosa. Jadi ketika mereka melakukan hal-hal yang termasuk ke dalam pamali mereka seakan telah berdosa dan kepatuhan terhadap kasepuhan pun sangat dipegang teguh oleh masyarakatnya. Namun desa Citorek ini pun kemudian mengalami perubahan sosial yang menyebabkan beberapa perubahan baik dari pola perilaku, kegiatan maupun infrastruktur yang sejak dahulu dipegang teguh kini mulai berubah oleh karena berbagai alasan mulai dari nilai-nilai religi dan nilai-nilai pengetahuan akademis yang masuk ke dalam desa Citorek tersebut. Seperti dahulu arah rumah yang berada di Citorek menghadap kearah yang sama, namun kini banyak rumah yang memiliki arah yang berbeda, dahulu bentuk rumah dari warga Citorek sama kini telah berubah berbagai bentuk dari mulai panggung, semi permanen hingga permanen dengan tampilan mewah pun terdapat di daerah Citorek ini.
Masyarakat Citorek sangat patuhb terhadap nilai-nilai tradisi mereka yang dijalankan atau diatur kini oleh kasepuhan sehingga terdapat sistem pemerintahan yang unik di desa Citorek ini. Dimana jika diilustrasikan hampir tepat seperti sistem pemerintahan parlementer. Dimana kekuasaan dipegang oleh pihak kasepuan pun oleh pemerintahaan negara. Namun yang unik dari desa ini adalah pemerintahaan desa yang dalam hal ini langsung berhubungan dengan kebijakan-kebijakan dan regulasi negara haruslah tunduk kepada aturan kasepuhan. Sehingga kepala desa (jaro) harus tunduk kepada kasepuhan yang dipimpin oleh oyok. Oyok disini berkedudukan sebagai kepala kasepuhan yang jabatannya atau posisinya didapatkan dari turun temurun sehingga bersifat partilinial. Sedangkan jaro dipilih oleh masyarakat desa atau yang disebut dengan incu putu. Adapun kedudukan kasepuhan dan jaro akan dijelaskan dalam skema berikut ini.


[1] Agustino Leo. Perihal Ilmu Politik. (Jakarta : Graha ilmu). 2007. Hal. 59

0 komentar:

Posting Komentar