Minggu, 20 November 2016

Hukum dan Masyarakat Adat Kasepuhan Citorek

17.44 Posted by TyasSiti Nur Asiyah No comments
Kehidupan masyarakat Citorek yang heterogen, pengaturan dalam konteks kehidupan dan segala sesuat didasarkan pada peraturan hukum yang berlaku, baik hukum Adat, hukum Negara, dan hukum Agama. Dalam praktiknya, hukum-hukum yang dijalankan oleh masyarakat Citorek terkadang terjadi kesimpangsiuran dan ketidak jelasan penggunaannya. Semisal dalam hukum waris yang mereka gunakan, apakah murni menggunakan salah satu hukum seperti hukum adat, hukum agama dan hukum negara. Sejauh ini yang terjadi adalah ketidak pastian, mereka menggunakan sistem waris dengan sistem ketiga hukum secara tumpang tindih. Tidak jelas dalam pelaksanaanya. Apakah yang menjadi landasan dan sistem waris adalah hukum adat, hukum negara, ataukah hukum agama.
Dalam peraturan hukum dan pelakunya terkadang tidak bisa dimengerti. Kalangan agama misalnya ia tidak mengerti benar akan hukum agama dalam pengaturan hak waris seseorang, atau bahkan mereka paham aturan hukumnya, namun untuk menjalankannya tidak memiliki integritas dan kesanggupan. Begitu pun dengan hukum adat, boleh jadi seorang pemuka adat tidak begitu paham dengan hukum adat yang mengatur masalah hak waris seseorang, sebab hingga kini batasannya tidak pernah jelas akan masalah hukum adat tersebut. Lain pula dengan hukum Negara, sebagai bagian dari Hukum Negara Republik Indonesia. Para aparatur negara, terutama Kepala Desa dan seluruh staf jajarannya sama sekali mereka tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman dalam bidang hukum negara yang berlaku.
Jadi pada dasarnya semua pihak, baik pihak ulama, pihak adat, pihak pemerintahan dalam hal ini adalah pihak desa tidak menguasai dan mengenal macam hukum, maksudnya tidak pernah paham hukum apa sebenarnya yang mereka jadikan acuan dalam menyelesaikan masalah, semisal masalah waris tadi. Kondisi seperti ini banyak menyebabkan kebingungan masyarakat yang hendak berurusan dengan hukum.
Dari kenyataan yang ada mengenai penggunaan sarana hukum yang digunakan oleh masyarakat hingga kini pada dasarnya lebih banyak menggunakan hukum adat, walaupun bentuk hukum tersebut belum secara jelas dan lugas dapat didokumentasikan dalam bentuk tertulis. Jadi dalam hal ini, masyarakat baik yang pro dan kontra terhadap eksistensi dan keberadaan adat dan segala pengaturannya tidak perlu menafikannya atau menolak disebut sebagai masyarakat yang menggunakan hukum adat, jika selama ini telah menggunakan hukum adat dalam kehidupannya sehari-hari, semisal urusan waris dan sebagainya. Hal ini berdasarkan pengamatan penulis telah jelas dari berbagai masalah dan kasus hukum baik perdata maupun pidana yang terjadi di masyarakat Citorek.
Ketiga sumber hukum yang sampai kini belum jelas fungsinya dalam menyelesaikan segala bentuk konflik atau perkara dalam masyarakat Citorek dan bahkan belum dapat tersusun secara tertulis serta belum ada kesepakatan dari tiap pihak untuk mendokumentasikan serta memberikan penerangan dan penyuluhan  atau sosialisasi kepada masyarakat secara menyeluruh adalah hukum adat, hukum agama, dan hukum negara.

1.         Hukum Agama
Hukum agama sebagai hukum ilahiah tidak berjalan sesuai fungsinya mengingat kondisi sebagian masyarakat tidak begitu paham dan memahami duduk perkaranya yang berkaitan dengan hukum-hukum agama dengan kenyataan hidup masyarakat. Di sisi lain masih adanya pihak-pihak dari pihak keagamaan yang terkadang dia sendiri sebagai ulama tidak sanggup untuk menyelesaikan segala permasalahan secara total dengan menggunakan hukum agama.
            Kondisi di atas lebih diperparah oleh tidak adanya lembaga hukum yang secara khusus jelas mengakomodir berbagai problematika umat Islam. Lembaga hukum Agama yang berjalan  dan mampu serta ada di seluruh pelosok tanah air, termasuk di Citorek baru terbatas pada Lembaga Pernikahan, yakni KUA. Namun lembaga ini tidak difokuskan pada penanganan masalah atau kasus lain dari segi hukum agama.
           
2.         Hukum Adat
Pada kenyataanya hukum Adat merupakan hukum yang paling banyak digunakan dan dijadikan dasar dalam segala permasalahan yang terjadi di masyarakat di desa citorek. Hukum Adat ini justru digunakan oleh semua pihak baik kalangan Adat itu sendiri maupun sebagian kalangan Pemerintah Desa dan kalangan Agama. Kondisi yang terjadi dalam masyarakat Citorek adalah adanya campur baurnya tiga bentuk hukum, yakni hukum nasional, hukum agama dan hukum adat seperti yang telah dibahas di muka. Kondisi yang paling urgen adalah masyarakat Citorek dalam menghadapi segala permasalahan hukum sering mengalami kebingungan dan ketidak pastian. Hukum mana yang akan digunakan. Apakah hukum adat, hukum agama, ataukah hukum nasional. Hal ini menjadi sebuah masalah tersendiri pada masyarakat Citorek.
Sisi lain pihak pemerintah sebagai pejabat berwenang secara birokrasi belum mampu memberikan alternatif dan pilihan hukum bagi masyarakat dalam sebuah kasus. Hal ini terjadi karena beberapa faktor. Pertama, Hukum Adat, pihak adat belum mengatur pihak dan perangkat dalam bentuk lembaga yang secara khusus fokus perhatian dan kinerjanya pada masalah-masalah yang terjadi. Lebih jauhnya aturan adat belum di bentuk dalam sebuah tulisan. Sanksi terhadap si pelaku pelanggar norma belum teraktualisasikan dalam bentuk tulisan. Kedua, Hukum Agama, tidak dan belum berjalannya lembaga hukum nasional atau negara yang berfokus pada penanganan segala kasus hukum berdasarkan pertauran hukum agama.Hal ini tidak terlepas dari masalah-masalah secara nasional dapat kita lihat. Bahwa, di negara kita belum ada lembaga hukum yang berlebel agama.  Sisi lain adalah sumber daya manusia, terutama di Citorek yang belum begitu memahami alur-alur hukum yang digunakan. Ketiga, Hukum nasional, untuk hukum nasional bermuara pada lemahnya sumber daya pemerintahan dalam mengani segala permsalahan di masyarakat Citorek. Selain masalah yang lebih universal kaitannya dengan hukum negara, kondisi dan suber daya masnusia sebagai pelaku pemerintahan desa rendah dan minim pengalama serta pendidikan.
   Masyarakat Citorek yang terkait dengan hukum atau mengahadapi kasus hukum selalu membawa alur fikirannya sendiri. Akibatnya ketiga bentuk hukum selalu digunakan untuk dapat memenangkan perkaranya secara hukum. hal ini semata-mata karena belum adanya alternatif pilihan hukum dalam membawa masalah di muka hukum.

3.         Hukum Negara
Penyebab yang paling utama tidak berfungsinya hukum negara secara maksimal adalah pihak Penyelenggaran Desa yang masih awam akan hukum negara. Termasuk faktor pendidikan dan pengalaman yang menjadi tersendatnya pelaksanaan hukum di masyarakat, selain itupula faktor sosialisasi amat lemah.
Terjadinya kesimpang siuran hukum yang digunakan oleh masyarakat yang ditangani langsung oleh pemerintahan desa, lebih diakibatkan oleh lemahnya sumber daya manusia dalam perangkat desa. Bisa dilihat dari kurangnya angka pendidikan sarjana yang ada di kasepuhan ini. Walaupun angka presentasi kenaikan lulusan sarjana semakin meningkat. Sampai saat ini desa belum mampu menyediakan alternatif pilihan hukum yang dimaksud di atas pada masyarakatnya. Padahal dalam kenyataannya, ketiga bentuk hukum yakni, hukum agama, nasional dan hukum adat selalu digunakan oleh masyarakat Citorek.

            Semua pihak diatas, yakni pihak Pemerintah Desa, Pihak Tokoh Agama dan Masyarakat, serta Pihak Adat perlu duduk bersama untuk menyikapi masalah-masalah yang terkait dengan peristiwa hukum-hukum yang terjadi di masyarakat. Semua pihak harus memberikan acuan yang jelas dalam penjalanan dan pemberlakuan hukum bagi masyarakat. Apalagi jika menilik hukum agama, tentu Hukum ini tidak pernah ada keraguan bagi kita semua. Hukum agamalah yang semestinya menjadi landasan bagi kehidupan kita.

0 komentar:

Posting Komentar