Sabtu, 26 November 2016

REALISME DALAM PENDIDIKAN

00.38 Posted by TyasSiti Nur Asiyah No comments
Prinsip Dasar Realisme
Pada prinsip dasarnya realisme merupakan filsafat yang memandang hakikat wujud/realitas/ontologi secara dualitas, terdiri atas dunia fisik dan rohani.Para pengikut realisme ada kesepakatan tentang prinsip dasar yang berhubungan dengan pendidikan. Beberapa prinsip dasar pendidikan realisme adalah sebagai berikut :
- Belajar pada dasarnya mengutamakan perhatian pada peserta didik seperti apa adanya.
- Inisiatif dalam pendidikan harus ditekankan pada pendidik bukan pada anak.
- Inti dari proses pendidikan adalah asimilasi dari subjek mater yang telah ditentukan. Kurikulum diorganisasikan dan direncanakan dengan pasti oleh guru. Secara luas lingkungan materiil dan sosial, manusia yang menentukan bagaimana seharusnya ia hidup.
Adapun Power (1982) mengemukakan implikasi pendidikan realisme sebagai berikut :
- Tujuan Pendidikan, untuk Penyesuaian hidup dan tanggung jawab social
- Kedudukan siswa, Dalam hal pelajaran, menguasai pengetahuan yang handal, dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial untuk belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik.
-  Peranan guru, Menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar, dan dengan keras menuntut prestasi dari siswa
-Kurikulum, Kurikulum komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna. Berisikan pengetahuan liberal dan pengetahuan praktis.
-Metode, Belajar tergantung pada pengalaman, baik langsung atau tidak langsung. Metode penyampaian harus logis dan psikologis. Metode Conditioning (SR) merupakan metode utama bagi realisme sebagai pengikut behaviorisme.
Bentuk-Bentuk Aliran Filsafat Realisme
Realisme merupakan aliran filsafat yang memiliki beraneka ragam bentuk. Kneller membagi realisme menjadi dua bentuk, yaitu : 1) Realisme Rasional, 2) Realisme Naturalis. (Uyoh Sadullah : 2007 : 103)
1.      Realisme Rasional
Realisme rasional dapat didefinisikan pada dua aliran, yaitu realisme klasik dan realisme religius. Bentuk utama dari realisme religius ialah “Scholastisisme”. Realisme klasik ialah filsafat Yunani yang pertama kali dikembangkan oleh Aristoteles, sedangkan realisme religius, terutama Scholatisisme oleh Thomas Aquina, dengan menggunakan filsafat Aristoteles dalam membahas teologi gereja. Thomas Aquina menciptakan filsafat baru dalam agama kristen, yang disebut tomisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh neoplatonisme yang dipelopori oleh Plotinus.
Realisme klasik maupun realisme religius menyetujui bahwa dunia materi adalah nyata, dan berada diluar fikiran (idea) yang mengamatinya. Tetapi sebaliknya, tomisme berpandangan bahwa materi dan jiwa diciptakan oleh Tuhan, dan jiwa lebih penting daripada materi karena Tuhan adalah rohani yang sempurna. Tomisme juga mengungkapkan bahwa manusia merupakan suatu perpaduan/kesatuan materi dan rohani dimana badan dan roh menjadi satu. Manusia bebas dan bertanggung jawab untuk bertindak, namun manusia juga abadi lahir ke dunia untuk mencintai dan mengasihi pencipta, karena itu manusia mencari kebahagiaan abadi.
a.      Realisme klasik
Realisme klasik berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki ciri rasional. Dunia dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip “self evident”, dimana manusia dapat menjangkau kebenaran umum.. Self evident merupakan suatu bukti yang ada pada diri (realitas, eksistensi) itu sendiri. Jadi, bukti tersebut bukan pada materi atau pada realitas yang lain. Self evident merupakan asas untuk mengerti kebenaran  dan sekaligus untuk membuktikan kebenaran. Self evident merupakan asas bagi pengetahuan artinya pengetahuan yang benar buktinya ada didalam pengetahuan atau kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Pengetahuan tentang Tuhan, sifat-sifat Tuhan, eksistensi Tuhan, adalah bersifat self evident. Artinya bahwa adanya Tuhan tidak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti lain sebab Tuhan itu self evident. Sifat Tuhan itu Esa, artinya Esa hanya dimiliki Tuhan, tidak ada yang menyamainya terhadap sifat Tuhan tersebut. Tujuan pendidikan bersifat intelektual. Memperhatikan intelektual adalah penting, bukan saja sebagai tujuan, melainkan dipergunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah.
b.      Realisme religious
Realisme religious dalam pandangannya tampak dualistis. Ia berpendapat bahwa terdapat dua order yang terdiri atas “order natural”dan “order supernatural”. Kedua order tersebut berpusat pada tuhan. Tuhan adalah pencipta semesta alam dan abadi. Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan diri, guna mencapai yang abadi. Kemajuan diukur sesuai dengan yang abadi tersebut yang mengambil tempat dalam alam. Hakikat kebenaran dan kebaikan memiliki makna dalam pandangan filsafat ini. Kebenaran bukan dibuat, melainkan sudah ditentukan, dimana belajar harus mencerminkan kebenaran tersebut.
Moral pendidikan berpusat pada ajaran agama. Pendidikan agama sebagai pedoman bagi anak untuk mencapai Tuhan dan Akhirat.Pandangannya tentang moral, realisme religious menyetujui bahwa kita dapat memahami banyak hokum moral dengan mengunakan akal, namun secara tegas beranggapan bahwa hukum-hukum moral tersebut diciptakan oleh Tuhan. Tuhan telah memberkahi manusia dengan kemampuan rasional yang sangat tinggi untuk memahami hukum moral tersebut. Tujuan pendidikan adalah keselamatan atau kebahagiaan jasmani dan rohani sekaligus. Anak yang lahir pada dasarnya rohaninya dalam keadaan baik, penuh rahmat, diisi dengan nilai-nilai ketuhannan. Anak akan menerima kebaikan dan menjauhi kejahatan bukan hanya karena perintah akal, melainkan juga karena perintah Tuhan.
Johan Amos Comenius merupakan pemikir pendidikan yang dapat digolongkan pada realisme religious, mengemukakan bahwa semua manusia harus berusaha untuk mencapai dua tujuan.
Pertama, keselamatan dan kebahagiaan hidup yang abadi. Kedua, keadaan dan kehidupan dunia yang sejahtera dan damai. Tujuan pertama merupakan tujuan yang inheren dalam diri manusia, dimana tujuannya terletak diluar hidup ini. Pada tujuan yang kedua, Comenius tampaknya memandang kebahagiaan dan perdamaian dunia merupakan sebahagiaan dari kebahagiaan hidup yang abadi.
Beberapa prinsip mengajar yang dikemukakan oleh Comenius adalah sebagai berikut :
a.       Pelajaran harus didasarkan pada minat siswa keberhasilan dalam belajar tidak karena dipaksakan dari luar, melainkan merupakan suatu hasil perkembangan dari dalam pribadinya.
b.      Pada waktu permulaan belajar, guru harus menyusun out line secara garis besar dari setiap mata pelajaran.
c.       Guru harus menyiapkan dan menyampaikan informasi tentang garis-garis besar pelajaran sebelum pelajaran dimulai, atau pada waktu permulaan pelajaran.
d.      Kelas harus diisi dengan gambar-gambar, peta, motto, dan sejenisnya yang berkaitan dengan rencana pelajaran yang akan diberikan.
e.       Guru menyampaiakan pelajaran sedemikian rupa, sehingga pelajaran merupakan suatu kesatuan. Setiap pelajaran merupakan suatu keseimbangan dari pelajaran sebelumnya, dan untuk perkembangan pengetahuan secara terus-menerus.
f.       Apapun yang dilakukan guru, hendaknya membantu untuk pengembangan hakikat manusia. Kepada siswa ditunjukan kepentingan yang praktis dari setiap system nilai.
g.      Pelajaran dalam subjek yang sama diperuntukan bagi semua anak.

2.      Realisme Natural Ilmiah
      Realism natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme biologis dengan system syaraf yang kompleks dan secara inheren berpembawaan social (social disposition). Apa yang dinamakan berfikir merupakan fungsi yang sangat kompleks dari organism yang berhubungan dengan lingkungannya. Kebanyakan penganut realism natural menolak eksistensi kemauan keras.

      Menurut realisme natural ilmiah, filsafat mencoba meniru objektivitas sains. Karena dunia sekitar manusia nyata, maka tugas sainslah untuk meneliti sifat-sifatnya. Tugas filsafa mengkordinasikan konsep-konsep dan temuan-temuan sains yang berlainan dan berbeda-beda. Perubahan merupakan realitas yang sesuai dengan hokum-hukum alam yang permanen, yang menyebabkan akam semesta sebagai suatu struktur yang berlangsung terus, karena dunia bebas dari manusia dan diatur oleh hukum alam, dan manusia memiliki sedikit control, maka sekolah harus menyediakan subject matter yang akan memperkenalkan anak dengan dunia sekelilingnya.
      Jadi, menurut realisme ilmiah, pengetahuan yang shahih adalah pengetahuan yang diperolah melalui pengalaman empiris, dengan jalan observasi, atau penginderaan. Teori pengetahuan yang mereka ikuti adalah teori pengetahuan “empirisme”, seperti yang diuraikan terdahulu. Menurut empirisme, pengalaman merupakan factor fundamental dalam pengetahuan, sehingga merupakan sumber dari pengetahuan manusia.

3.      Neo-Realisme dan Realisme Kritis (Uyoh Sadulloh : 2007 : 110)
Selain aliran-aliran realism diatas, masih ada lagi pandangan-pandangan lain, yang termasuk realism. Aliran tersebut disebut “Neo-Realisme” dari Frederick Breed, dan “Realisme Kritis” dari Immanuel Kant. Menurut pandangan Breed, filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip demokrasi adalah hormat dan menghormati atas hak-hak individu. Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai menerima arah tuntunan social dan individual. Istilah demokrasi harus didefinisikan kembali sebagai pengawasan dan kesejahteraan social.
Selanjutnya Breed mengatakan bahwa, sekolah harus menghantarkan pewarisan social sedemikian rupa untuk menanamkan kepada generasi muda dengan kenyataan bahwa kebenaran merupakan unsure penting dari tradisi masyarakat. Berkali-kali dia menekankan keharusan menolong pemuda untuk menyesuaikan diri pada fakta yang sebenarnya, pada alam realitas yang bebas, yang menjadi unsure utama atau yang menjadi tulang punggung pengalaman manusia.

Semua aliran filsafat pendidikan menyetjui bahwa :
a.       Proses pendidikan berpusat pada tugas mengembangkan laki-laki dan wanita yang hebat dan kuat.
b.      Tugas manusia di dunia adalah memajukan keadilan dan kesejahteraaan umum
c.       Kita seharusnya memandang bahwa tujuan akhir pendidikan adalah memecahkan masalah-masalah pendidikan.
6.       Hubungan Aliran  Realisme dan Pendidikan
Pendidikan dalam realisme memiliki keterkaitan erat dengan pandangan john locke bahwa akal-pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabularasa, ruang kosong tak ubahnya kertas putih kemudian menerima impresi dari lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan dipandang dibutuhkan karena untuk membentuk setiap individu agar mereka menjadi sesuai dengan apa yang dipandang baik. Dengan demikian, pendidikan dalam realisme kerap diidentikkan sebagai  sebagi upaya pelaksanaan psikologi behaviorisme ke dalam ruang pengajaran.
Murid adalah sosok yang mengalami inferiorisasi secara berlebih sebab ia dipandang sama sekali tidak mengetahui apapun kecuali apa-apa yang telah pendidikan berikan. Di sini dalam pengajaran setiap siswa akan subjek didik tak berbeda dengan robot. Ia mesti tunduk dan takluk sepatuh-patunya untuk diprogram dan mengerti materi-materi yang telah ditetapkan sedemikian rupa.
Pada ujung pendidikan, realisme memiliki proyeksi ketika manusia akan dibentuk untuk hidup dalam nilai-nilai yang telah menjadi common sense sehingga mereka mampu beradaptasi dengan lingkungan-lingkungan yang ada. Sisi buruk pendidikan model ini kemudian cenderung lebih banyak dikendalikan skeptisisme positivistik, ketika mereka dalam hal apa pun akan meminta bukti dalam bentuk-bentuk yang bisa didemonstrasikan secara indrawi.
Realisme memiliki pula jasa bagi perkembangan dunia pendidikan. Salah satunya adalah dengan temuan gagasan Crezh, salah seorang pendidik di Mosenius pada abad ke-17 dengan karya Orbic Pictus-nya. Pada periode itu, temuan Orbic Pictus sempat mengejutkan dunia pendidikan dan dipandang sebagai gagasan baru. Ini disebabkan oleh paling tidak ada periode tersebut belum ada satupun yang memiliki pemikiran untuk memasukkan alat bantu visual separti gambar-gambar perlu digunakan dalam pengjaran anak, terutama dalam mempelajari bahasa. 
Diabad selanjutnya, yaitu ke-18 menjelang abad 19, gagasan Moravi ini menginspirasi seorang pestalozzi. Ia menghadirkan objek-objek peraga fisik dalam ruang pengajaran di dalam kelas.
Corak lain pendidikan realisme adalah tekanan-tekanan hidup yang terarah kedalam pengaturan-pengaturan serta keteraturan yang bersifat mekanistik. Meskipun tidak semua pengaturan yang bersifat mekanistik buruk, apa yang diterapkan realisme dalam ruang pendidikan melahirkan berbagai hal yang kemudian menuai banyak kecaman sebab telah menjadi penyebab berbagai dehumanisasi.

Daftar Pustaka
Uyoh Saduloh,2006 Pengantar filsafat pendidikan: Alfabeta Publishing:Bandung

0 komentar:

Posting Komentar