Selasa, 29 November 2016

MATERIALISME DAN PENDIDIKAN

00.44 Posted by TyasSiti Nur Asiyah No comments
Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, bukan spiritual, atau supranatural. Filsafat materialisme memandang bahwa materi lebih dahulu ada sedangkan ide atau pikiran timbul setelah melihat materi. Dengan kata lain materialisme mengakui bahwa materi menentukan ide, bukan ide menentukan materi. Contoh: karena meja atau kursi secara objektif ada, maka orang berpikir tentang meja dan kursi. Bisakah seseorang memikirkan meja atau kursi sebelum benda yang berbentuk meja dan kursi belum atau tidak ada.
Ciri-ciri filsafat materialisme
a.       Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi
b.      Tidak meyakini adanya alam ghaib
c.       Menjadikan panca-indera sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu
d.      Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakkan hukum
e.       Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlak.
prinsip materialisme yang didasarkan pada suatu asumsi bahwa realitas yaitu :
a.       Apa yang dikatakan jiwa ( mind ) dan segala kegiatannya ( berfikir, memahami ) adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, sistem urat saraf, atau organ-organ jasmani yang lainnya.
b.      Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup, keindahan dan kesenangan, serta kebebasan hanyalah sekedar nama-nama atau semboyan.

Implikasi Aliran Filsafat Materialisme
Menurut Power (1982), implikasi aliran filsafat pendidikan materialisme, sebagai berikut:
·      Temanya yaitu manusia yang baik dan efisien dihasilkan dengan proses pendidikan terkontrol secara ilmiah dan seksama.
·      Tujuan pendidikan merupakan perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya, untuk tanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks.
·      Isi kurikulum pendidikan yang mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.

·      Metode, semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi (SR conditioning), operant condisioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan kompetisi.
·      Kedudukan siswa tidak ada kebebasan, perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar, pelajaran sudah dirancang, siswa dipersiapkan untuk hidup, mereka dituntut untuk belajar.
·      Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan, guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.

  Bentuk-Bentuk Aliran Filsafat Materialisme
Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu :
a.    Filsafat Materialisme Dialektika
Materialisme dialektika adalah materialisme yang memandang segala sesuatu selalu berkembang sesuai dengan hukum-hukum dialektika: hukum saling hubungan dan perkembangan gejala-gejala yang berlaku secara objektif di dalam dunia semesta. Pikiran-pikiran materialisme dialektika inipun dapat kita jumpai dalam kehidupan misalnya, “bumi berputar terus, ada siang ada malam”, “habis gelap timbullah terang”, “patah tumbuh hilang berganti” dsb. Semua pikiran ini menunjukkan bahwa dunia dan kehidupan kita senantiasa berkembang.

b.   Filsafat Materialisme Metafisik
Materialisme metafisik, yang memandang dunia secara sepotong-sepotong atau dikotak-kotak, tidak menyeluruh dan statis. Pikiran-pikiran materialisme metafisik ini misalnya: “sekali maling tetap maling”, memandang orang sudah ditakdirkan, tidak bisa berubah.

Hubungan Aliran  Materialisme dan Pendidikan
·      Pandangan Materialisme Mengenai Belajar Positivisme
        Materilisme maupun positivisme,pada dasarnya tidak menyusun konsep pendidikan secara eksplisit. Bahkan menurut Henderson (1956). Materialisme belum pernah menjadi penting dalam menentukan sumber teori pendidikan.
        Menurut Waini Rasyidin (1992),filsafat positivisme sebagai cabang dari materialism lebih cenderung menganalisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi upaya dan hasil pendidikan secara factual. Memilih aliran positivisme berarti menolak filsafat pendidikan dan mengutamakan sains pendidikan.
Dikatakan positivisme,karena mereka beranggapan bahwa yang dapat kita pelajari hanyalah yang mendasarkan fakta-fakta,berdasarkan data-data yang nyata,yaitu yang mereka namakan positif.

·      Pandangan Materialisme Mengenai  Belajar Behaviorisme
Menurut behaviorisme,apa yang disebut dengan kegiatan mental kenyataannya tergantung pada kegiatan fisik,yang merupakan berbagai kombinasi dan materi dalam gerak. Gerakan fisik yang terjadi dalam otak,kita sebut berpikir,dihasilkan oleh peristiwa lain dalam dunia materi,baik material yang berada dalam tubuh manusia maupun materi yang berada diluar tubuh manusia.
Pendidikan,dalam hal ini proses belajar,merupakan proses kondisionaisasi lingkungan. Misalnya, dengan mengadakan percobaan terhadap anak yang tidak pernah takut pada kucing,akhirnya ia menjadi takut pada kucing. Menurut behaviorisme, perilaku manusia adalah hasil pembentukan melalui kondisi lingkungan (seperti contoh anal dan kucing diatas). 

Kelebihan dan Kekurangan Filsafat Materialisme untuk Pendidikan
Jika dibandingkan dengan aliran filsafat yang lain aliran filsafat materialisme adalah aliran yang mendapatkan kritikan dari berbagai pihak, terutama dalam anggapannya yang hanya meyakini bahwa tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak. Mereka menganggap bahwa materi berada di atas segala-galanya. Materialisme adalah aliran yang memandang bahwa segala sesuatu adalah relitas, dan realitas seluruhnya adalah materi belaka. Kenyataan bersifat material dipandang bahwa segala sesuatu yang hendak dikatakannya adalah berasal dari materi dan berakhir dengan materi atau berasal dari gejala yang bersangkutan dengan materi.
Kelebihannya:
·     Teori-teorinya jelas berdasarkan teori-teori pengetahuan yang sudah umum.
·     Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan diorganisasi,selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.
·     Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi, pelajaran berprogram dan kompetensi
           Kelemahannya:
·      Dalam dunia pendidikan aliran materialisme hanya berpusat pada guru dan tidak memberikan kebebasan kepada siswanya, baginya guru yang memiliki kekuasan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa. Sedangkan siswa tidak ada kebebasan, perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar, pelajaran sudah dirancang, siswa dipersiapkan untuk hidup, mereka dituntut untuk belajar.
·      Di kelas, anak didik hanya disodori setumpuk pengetahuan material, baik dalam buku-buku teks maupun proses belajar mengajar. Yang terjadi adalah proses pengayaan pengetahuan kognitif tanpa upaya internalisasi nilai. Akibatnya, terjadi kesenjangan yang jauh antara apa yang diajarkan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan sehar-hari anak didik. Pendidikan agama menjadi tumpul, tidak mampu mengubah sikap-perilaku mereka.


 Daftar Pustaka 


Uyoh Saduloh,2006 Pengantar filsafat pendidikan: Alfabeta Publishing:Bandung

0 komentar:

Posting Komentar